Categories

SOCIAL MEDIA

Rabu, 16 Oktober 2019

Kalian Bisa Apa Buat Joker


“Joker” adalah film yang digadang-gadang sebagai film yang stressful. Udah berapa banyak sih precautions orang-orang tentang film ini? Dari “jangan bawa anak kecil” sampe “jangan nonton film ini kalau kamu sedang tidak bahagia”.

Dengan peringatan-peringatan kayak gitu, gue malah ngerasa tertantang untuk nonton film Joker. Karena gue suka banget film-film yang menantang batas mental, walaupun dulu gue pernah didagnosis “depresi sedang”.

Baca punya kak Ges:



Gue ngga merasa “Duh nanti depresi gua kambuh”, karena i feel like i’m in the better place right now. Gue lagi di tempat yang nyaman. Gue pede kok sama kondisi mental gue sekarang.

Saat gue nonton Joker, filmnya memang sedih. Salah satu yang bikin gue sedih adalah ketika satu-satunya hal baik yang terjadi di hidup si Joker, ternyata hanyalah delusi dia semata.

sumber: https://www.foxnews.com/opinion/christen-limbaugh-bloom-joker-movie-upset-me

Terus yang bikin gue sedih lagi, ketika orang yang dia percaya dan jaga selama ini, punya penyakit delusi juga. Yang membuat segala hal yang dia ceritakan ke Joker hanya sebuah delusi yang sama sekali jauh dari kenyataan.

Sehingga, sah-sah aja kok kalo Joker merasa “Tidak pernah sedetikpun aku gembira dalam hidupku”. Karena memang benar... realitas yang dia percaya hanyalah kebohongan, hal baik yang dia alami hanyalah delusi dia sendiri.

Tapi yang bikin gua nangis mostly bukan itu, bukan karena gue merasa relate, bukan.

Tapi karena salah satu orang terdekat gue lagi mengalami fase yang kurang lebih mirip kayak Joker.

Gun-pointed-at-head gesture.
Kerja keras yang dibalas kesakitan.
Usaha yang sia-sia.

Saat gue nonton Joker, seakan gue melihat temen gue ini ketika dia udah di titik terendah dalam hidup.

Seakan semua wajah Arthur Fleck, setiap framenya, adalah wajah temen gue.

Gue melihat sosok temen gue di Arthur Fleck. Dan jangan sampe gue melihat dia di Joker at his final form.

Berat... berat nonton Joker. Berat mengakui bahwa orang terdekat gue sebenernya punya bibit-bibit Arthur Fleck.

Berat jadi gue, yang bingung mau ngapain, bingung bisa apa.
Apa yang kira-kira bisa gua lakuin ya buat dia?
“Jangan-jangan temen gue bakal jadi kayak gini kalau ngga ada yang support?”

Pertanyaan itu berputer berulang-ulang di kepala gue saat gue nonton Joker.

Karena hadapilah, kalian juga bingung kan kalau jadi temennya Arthur Fleck?

Kalau kalian ngga sedang depresi, jangan menempatkan diri jadi si Joker karena kalian ngga akan relate.

Tapi coba tempatkan diri kalian jadi temennya Joker.

WHAT WILL YOU DO IF YOU’RE JOKER’S GIRLFRIEND misalkan.

Misalkan kalian DIBERI KESEMPATAN jadi pacarnya Arthur Fleck, apa yang akan kalian lakukan kalau si Arthur ketawa-ketawanya lagi kumat?
Menahan malu? Minta maaf sama orang sekitar? Menjelaskan ke orang-orang yang ngga kalian kenal everytime Arthur kumat? Bow your head saying sorry?

Apa yang akan kalian lakukan kalau dia lagi nulis hal-hal disturbing di notebooknya?
“Jangan nulis gitu dong...”?
“Ih itu apaan sih? Ga baik ah nulis gitu-gitu!”

Apa yang akan kalian lakukan ketika tau bahwa Arthur abis bunuh orang? Walaupun itu untuk self defense?

Apa? Apa? Ngga tau kan? Bingung kan?

Susah kan?

Ngga usah bayangin susahnya jadi Arthur Fleck, kejauhan.
Bayangin aja seandainya kamu satu-satunya orang yang Arthur punya. Satu-satunya orang yang PUNYA KESEMPATAN MENGUBAH ARTHUR JADI LEBIH BAIK. Yang kalau kalian kuat menghadapinya, Arthur Fleck tidak akan jadi Joker.

Tapi untuk mengubah Arthur Fleck, kalian harus melewati rangkaian peristiwa yang berat, mungkin bikin malu, bikin beban hidup, toxic. Tapi ada slim chance bahwa Arthur bisa jadi Arthur yang baik, yang sembuh, yang normal.

Dalam hati gue, ada feeling nyek-nyekin orang yang empatik sama pengidap mental illness tapi ogah punya temen/pacar yang kaya gitu. “Berat-beratin” katanya.

Karena MEMANG. Memang berat. 

Karena beban berat yang seperti itu, makanya banyak artis depresi yang merasa ga punya siapa-siapa sehingga mereka bunuh diri.
Padahal mungkin awalnya mereka punya seseorang, tapi karena si pengidap depresi itu terlalu berat bebannya, seseorang itu jadi pergi.

“Aku depresi, merasa sendiri dan ngga punya siapa-siapa” itu bisa dipahami, karena menjadi pendamping orang dengan mental health issues itu memang berat dan bikin energi terkuras.

Kalau tau kaya gini, masih mau nemenin Arthur Fleck? Masih merasa sanggup?

Kalo gue, masih. Gue masih punya tenaga untuk bantuin temen-temen, orang-orang terdekat gue yang lagi depresi.

Karena gue yakin, kami bakal survive bareng. Gue pernah ada di posisi itu. Kalau bukan karena jasa temen-temen gue yang mau dengerin gue mengeluh, mungkin gue udah capek hidup. So i’m gonna do the same.

Gue masih punya telinga untuk mendengar, mulut untuk untuk memberi semangat, dan spirit yang masih banyak stocknya.

Karena gue melihat sendiri apa efeknya ke temen-temen gue yang depressed. Gue melihat sendiri perkembangan mereka yang - walau perlahan - tapi ada. Gue melihat sendiri ternyata kata-kata manis dan support dari kita is a BIG thing for them. Ternyata apresiasi itu ngaruh banget sama self-esteem mereka.

Ternyata mereka bisa kembali tersenyum, kembali lagi percaya, kembali lagi pingin hidup, hanya karena ‘amalan’ kecil berupa dukungan dan apresiasi.

Dan itu ngebuat gue bangga jadi teman, jadi pendamping, jadi... manusia.

Jadi mari kita bantu Arthur-Arthur yang ada di sekeliling kita. Berat memang, tapi worth it.
Bisa bener-bener bikin kalian terharu dan sayang sama sesama manusia.





1 komentar :

  1. I can relate kak.. Aku pun pernah di posisi kakak, pernah depresi juga tapi alhamdulillah ga lama. Kemudian dianugerahi seorang teman pengidap depresi. Berat banget kak, aku setuju. Kadang mau nangis karena pas lagi capek, ternyata dia lagi kambuh, lagi tantrum. Tapi alhamdulillah aku ga pernah ninggalin dia. Sebulan sebelumnya dia dinyatakan sudah aman dari depresinya oleh psikolognya, istilahnya dia sudah sembuh. Tapi ternyata selesainya depresi yang dia alami, selesai juga PR dia di dunia ini. Sekarang alhamdulillah orangnya sudah bahagia. Dia meninggal karena keserempet truk, kecelakaan pas dia mau pulang ke rumah.
    Aku bersyukur karena ga pernah ninggalin dia, dan bersyukur karena dia berhasil ngelawan depresinya.
    Semangat terus ya kak untuk jadi temen yang baik. Semoga temen kakak bisa ngelewatin itu

    BalasHapus

Halo..
Semua komentar akan dimoderasi, jadi jangan kasar-kasar yaaa...
Kritik dibolehin lah pastinyo, cuman yang membangun eaaa~

Back to Top