Categories

SOCIAL MEDIA

Minggu, 23 Juni 2019

Menjawab Pertanyaan Seno Gumira Ajidarma Ke Saya



Gue udah cukup gugup pas ngga dikasih kisi-kisi saat ujian tertulis, tambah gugup lagi pas tau kalau gue akan berpapasan sama guru besar saat wawancara penerimaan mahasiswa baru. Yap betul, akhirnya gue memberanikan diri untuk sekolah lagi, untuk ambil gelar master, untuk melangkah ke level yang selanjutnya.

Di kampus yang gue tuju, ada dua penjuruan. Ada Pengkajian Seni, ada Penciptaan Seni. Kedua hal ini sama-sama di koridor seni, tapi beda peran. Penciptaan Seni tugasnya membuat pertunjukan dan karya, pengkajian seni adalah menulis, kritik seni, membedah buku dan hal lainnya.


Untuk ujian PMB, ada ujian tertulis dan wawancara. Ujian tertulisnya adalah bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kisi-kisi? Ngga ada sama sekali. Menurut gue, ujian tertulis ini sebenar-benarnya mengukur potensi mentah calon mahasiswa. Seakan gue dinyek-nyekin, “Kalo lo ngga belajar, paling banter lo bisa apa sih?”. Dan ya bener aja, tes bahasa Indonesia disuruh bikin esai opini, tes bahasa inggris disuruh analisa wacana dan translasi. SENENG BANGET EMANG. SESENENG ITU NGERJAIN ESAI. EMANG DARI DULU ANAKNYA ESAI BANGET.

Enough with the written test, let’s move on to the interview. Saat gue ikut ujian wawancara, gue berekspektasi, “Yaelaaah paling yang wawancara siapa sih?”, karena di kampus gue yang lama, yang wawancara itu bukan pimpinan sekolah.

Makanya syok banget pas tau kalau yang wawancara gue itu living legend. Gue langsung kenal orang-orangnya from the first time i laid my eyes on.

Ubiet Raseuki, Sapardi Djoko Damono, Sardono W Kusumo sama Seno Gumira Ajidarma.

Gemeretak dong saya yakan....



Wawancara dimulai jam 10, urutannya adalah siapa yang duluan dateng, dia yang wawancara. Gue berharap bakal telat-telat mulainya, ternyata nggak! Walaupun telat, paling cuma telat 5 menit.

Pas gue dateng, ada banyak calon mahasiswa baru. Umurnya lintas generasi banget, dari yang bapak-bapak sampai seumuran. Disitu gue juga ketemu sama temen kuliah gue.

Pas gue kenalan sama temen-temen baru, ternyata latar belakang mereka beda banget. Ada yang jadi terapis anjing, guru gambar, musikologi, asisten sutradara. Gue ngerasa beda banget sama S1 yang latar belakangnya ((cuma)) dari SMA mana.

Pas nama gue dipanggil, gue gugup banget gemeretak. Dengan map coklat di tangan, gue duduk.

Disana ada bu Ubiet Raseuki sebagai pembuka wawancara.

"Namanya siapa? Gimana ini bacanya?"
".. Mevlied bu. Mevlied Tenri Nahla. Panggilannya Nahla."
"Oke, ceritakan tentang latar belakangmu dan dan kontribusimu di dunia seni selama 2 tahun terakhir".

"Oh oke bu. Saya Nahla, lulusan STIKMI jurusan classical performance, biola klasik...."

Saat itu mata gue ke dosen-dosen tersebut satu-satu. Ada pak Sapardi dengan kursi rodanya, semua rambutnya udah memutih, tapi matanya antusias banget pas wawancara. Siapa sih yang ngga kenal beliau yakan? Ada pak Sardono, ada pak Seno Gumira juga. Gua ngerasa kaya cengcorang sikkk depan mereka, hahahah!

“Apa kontribusi kamu di dunia seni selama dua tahun terakhir?”, kata bu Ubiet.
“Saya guru mayor di SMM, saya juga aktif menulis di blog dan jadi guest writer di beberapa media,” gitu. Pamer abis kan.

Lalu gue ditanya, “Mau buat apa nanti tesis?”.

Saat itu, yang ada di pikiran gua adalah menulis. Gue pingin menggabungkan menulis, bermusik dan gambar. MARUK BANGET POKOKNYA. I said that i want to publish something online.

Setelah gue jawab, bu Ubiet melempar pertanyaan ke dosen lain.
“Mau tanya? Pak?”

Pak SDD, SWK sih ngga mau nanya.

Lalu meluncurlah pertanyaan sulid dari pak Seno Gumira.

“Apa ada musikalisasi dalam penulisan?”


Duh.

Maap ni.

Apa ada tanah kosong buat saya kubur diri?


Apaan ne wawancara nanyanya susah-susah amat??!



Kemarin, gue ngejawab dengan sehumble mungkin, “Wah kalau itu saya belum pernah membuat pak.”

Dicecer lagi sama pak Seno, “Bukan bukan. Namun dalam prosesnya, apakah ada musik itu sendiri?”

Nyaho banget tambah lemes kan. Uopooooo iki??!

Kemarin gue jawab, “Ada pak, dari proses research bahan, sampai memberi rasa”.

Tapi kali ini gue mau ngejawab dengan lebih serius.


“Apa ada musikalisasi dalam penulisan?”

Ada. Sebagai dua bidang yang berada di koridor kesenian, tentu ada proses musikalisasi di tulisan itu sendiri.

Sebagai awalnya, ketika kita menemukan bahan yang ingin kita olah, pastilah kita nyari ilmu dasarnya dulu, kita mempelajari dulu, kita mengonsep dulu. Mau dijadikan karya apa ini? Apa ingin jadi media menuangkan emosi, ataukah jadi karya yang ilmiah penuh dengan teori?
Sama kaya di musik. Mau main di tangga nada apa? Mau main tempo berapa? Apa ini karya eksperimental apa karya komersil?

Di situ kita mencari TUJUAN dari pembuatan karya.

Setelah itu, seperti musik, tulisan juga harus dibuat formnya. Disitulah proses membuat komponen. Bagi musik, itu adalah intro, tema, verse, reff. Bagi tulisan, kerangkanya gimana, paragrafnya bahas apa, gimana closing dari tulisan tersebut? Karena suatu karya yang baik, memiliki alur. 

Nah bagian alur ini yang paling banyak elemen musikalisasi dalam penulisan.

Bagaimana kita membuat tempo penulisan, seberapa banyak kita mau membuat suasana dalam tulisan, seberapa banyak kita menggunakan majas untuk meromantisir agar merdu. Kita merajut spasi, menempatkan penggalan paragraf, kita menggunakan titik untuk memberi napas sejenak.

Di situ, elemen musik kental sekali. 

Bagaimana kutipan dialog ingin tersampaikan, sangat mirip sama gimana kita menyusun lirik.

Terdapat aliran yang harus kita pertajam dengan rasa. 

Seperti menyamakan suasana dengan chord,
Majas dengan vibrato,
Paragraf dengan tempo,
Penjabaran dengan not-not ornamen,
Diselesaikan dengan coda berupa konklusi.

Di situlah sulit melihat perbedaan antara musik dan penulisan, karena mereka berdua pada dasarnya hal yang sama, media dan presentasinya saja yang berbeda.

***

SEGITU SIHH HEHEHEHEHE udah cocok jadi mahasiswa pascasarjana belum? Duh semoga keterima ya, kalau nggak malu soalnya! Hahahahaha.

Bye!

5 komentar :

  1. Semoga ketrima ya kak...seneng kalo ada ibu2 muda ataupun sudah usia yg masih berkarya dan 'belajar'. Rasanya kok tetap masih "hidup" meski udah beranak pinak. Hahaha diri ini jd semanagt juga utk ujian sertifikasi bulan september depan. Doakan saya lulus jugak kak nahla

    BalasHapus
  2. amin,,semoga semuanya dimudahkan Allah dalam mendapatkan porsi pascasarjana

    BalasHapus
  3. hehehe
    keren mba Nahla,, Semangat terus mba,, kapan2 diskusi yuk... aku butuh teman diskusi untuk ilmu-ilmu seperti yang mba tuju...
    kalau ada waktu, mari kita mulai yah... di Tunggu infonya.

    BalasHapus
  4. Seru banget ya tesnya. Yang ngetest orang-orang top semua lagi. Pastinya jadi grogi deh tuh...

    BalasHapus

Halo..
Semua komentar akan dimoderasi, jadi jangan kasar-kasar yaaa...
Kritik dibolehin lah pastinyo, cuman yang membangun eaaa~

Back to Top